Minggu, 27 Mei 2012

Allah itu Dekat


Merasakan Kedekatan Allah Dalam Kehidupan

Di Manakah Allah ?


Saudaraku kaum muslimin semoga Allah senantiasa merahmati kita semua….

Jika kita mengajukan sebuah pertanyaan yang sangat mendasar ini pada saudara-saudara kita sesama muslim, kita pasti akan mendapatkan jawaban yang beragam. Keyakinan tentang di mana Allah berada adalah aqidah yang tentunya melandasi setiap gerak langkah kehidupan seorang manusia. Kekeliruan dalam keyakinan ini bisa menimbulkan imbas yang sangat besar dalam keseluruhan rangkaian kehidupan seseorang.


Sebagian muslim akan menjawab, “Allah berada dalam hati saya, dalam setiap tarikan nafas saya “. Sebagian lagi menyatakan, “Allah ada di mana-mana”. Kalau kita kembangkan lagi pertanyaan itu, “ Jika Allah ada pada setiap hati dan tarikan nafas manusia, berarti Allah ada di mana-mana. Bisa di masjid, di pasar, kantor, atau bahkan….. bisa jadi Allah berada di tempat – tempat yang tidak suci dan najis ? Maha Suci Allah atas segala aib dan kekurangan.


Bagaimanakah sebenarnya? Di manakah Allah? Benarkah Allah senantiasa bersama kita? Mari kita simak dan kaji lebih mendalam bagaimana sebenarnya AlQuran dan Sunnah dengan pemahaman para Sahabat Nabi menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebut…


Dzat Allah berada di Atas Langit


Saudaraku kaum muslimin…

Sebenarnya pertanyaan tersebut pernah diajukan oleh Rasulullah kepada salah seorang budak wanita. Dalam sebuah hadits disebutkan :

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ اْلحَكَم أَنَّهُ لَمَّا جَاءَ بِتِلْكَ اْلجَارِيَةِ السَّوْدَاءَ قَالَ لَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيْنَ اللهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ

قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُوْلُ اللهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ


“Dari Mu’awiyah bin al-Hakam bahwasanya dia mendatangi Rasulullah dengan membawa seorang budak wanita hitam. Kemudian Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bertanya pada budak wanita tersebut:’ Di mana Allah?’ Budak itu menjawab,’Di atas langit’ . Rasul bertanya lagi,’Siapakah aku?’ Budak itu menjawab,’Engkau adalah utusan Allah’. Maka Rasul berkata:’Merdekakanlah ia karena ia adalah mukminah (wanita beriman)’(H.R Muslim dalam Shahihnya, Malik dalam Muwattho’, AsySyafi’i dan Ahmad dalam Sunannya, Abu Dawud dan AnNasa’i)


Kita lihat, salah satu pertanyaan ujian yang diajukan oleh Rasulullah untuk memastikan keimanan budak tersebut adalah pertanyaan tentang di mana Allah. Jika ia bisa menjawab dengan benar, maka ia adalah seorang mukminah. Padahal keimanan salah seorang budak adalah salah satu syarat utama untuk membayar kaffarat tertentu, seperti misalnya jika seseorang tidak sengaja membunuh seorang muslim, atau melakukan perbuatan dzhihar terhadap istrinya dan ingin kembali berhubungan suami istri dengannya, maka salah satu tahapan dendanya adalah memerdekakan budak yang beriman jika memungkinkan. Demikianlah pendapat para fuqoha’ (ahlul Fiqh) dan mufassirin seperti Ibnu Katsir dan yang selainnya. Sebagaimana Allah berfirman :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلاَّ خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ...


Tidak patut bagi seorang mukmin untuk membunuh mukmin lain kecuali dalam keadaan tidak sengaja. Barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan tidak sengaja, maka hendaknya dia memerdekakan budak yang beriman “(Q.S :4:92)


وَالَّذِيْنَ مِنْ نِّسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِمَا قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَجِدْ


فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا


“Dan orang –orang yang mendzhihar istrinya kemudian dia ingin kembali dari apa yang ia ucapkan, maka hendaknya ia memerdekakan budak (mukmin) sebelum menggaulinya. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak) maka hendaknya berpuasa 2 bulan berturut – turut sebelum menggaulinya, barangsiapa yang tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin “(Q.S. al-Mujaadilah : 3-4)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;