Minggu, 27 Mei 2012

Menyamakan Antara Islam dan Selainnya adalah Termasuk Salah Satu Pembatal Keislaman


de penyatuan agama terus digemakan hingga sekarang. Dagangan orientalis yang dijajakan oleh para pengekor Barat berbaju muslim (bahkan ada yang disebut pakar Islam) ini kian meramaikan bursa kesesatan yang telah ada sebelumnya. Dan agar lebih mudah diserap “pasar”, kemasan pun dibuat sedemikian manis, menonjolkan sisi-sisi humanis yang sejatinya adalah racun bagi kaum muslimin.

Bingkisan dan oleh-oleh dari Barat untuk kaum muslimin kembali menghunjam. I’tiqad (keyakinan) dan seruan-seruan kufur mereka datang silih berganti menggugat kebenaran Islam. Ideologi-ideologi sesat meramaikan media-media massa. Di mimbar-mimbar, satu tumbang, seribu kesesatan bangkit kembali.
Alhamdulillah, sebagian kaum muslimin masih tersadar jika menghadapi ideologi dari luar. Namun ketika manuver sesat datang dari dalam diri umat Islam sendiri berupa konsep menyamakan Islam dengan selainnya, dengan istilah sinkretisme agama, di sinilah terlihat bahwa kaum muslimin sangat jauh dari ajaran agamanya dan terlelap dalam buaian taqlid serta fanatik.
Musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui bahwa mereka tidak bisa merusak kaum muslimin dengan cara yang telah lumrah dan masyhur dalam ilmu mereka. Kerusakan i’tiqad adalah kerusakan dan perusakan yang paling besar dan luas akibatnya. Oleh karena itu, Iblis dengan keuletannya untuk mendapatkan hasil yang gemilang dan besar, tercatatlah pada generasi manusia yang kesepuluh, pada kaum Nabi Nuh, menjadi pemula buah keberhasilan Iblis dalam merusak i’tiqad manusia. Dengan kerusakan inilah, mereka dengan serta merta siap untuk bersujud kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, berkorban untuk selain-Nya, bernadzar untuk selain-Nya, berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, meminta perlindungan, pertolongan dan meminta terbebaskan dari malapetaka kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta berbagai wujud peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala yang lain.
Tidak ada kerusakan yang paling besar daripada kerusakan i’tiqad yang muaranya ada di dalam hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, pada jasad ini ada segumpal daging, jika dia baik maka seluruh anggota badan akan menjadi baik, dan bila rusak maka seluruh anggota badan menjadi rusak. Ketahuilah, itulah hati.” (HR. Al-Bukhari no. 50 dan Muslim no. 2996 dari shahabat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu 'anhuma)
Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Karena kedudukan hati terhadap anggota badan bagaikan raja yang berkuasa atas bala tentaranya, di mana semua (perbuatan mereka) muncul dari perintahnya. Bala tentara tersebut digunakan sesuai keinginan sang raja dan kesemuanya berada di bawah perintah dan kekuasannya, maka anggota badan akan istiqamah atau menyeleweng (adalah karena hati). Dan hatilah yang akan mengikatnya dengan segala kekuasaan atau melepaskannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Ketahuilah bahwa di dalam jasad ini ada segumpal daging yang bila baik niscaya seluruh jasad akan baik pula.’
Hati merupakan raja bagi seluruh anggota badan. Dan anggota badan akan melakukan segala yang diperintahkannya dan akan menerima segala arahannya. Tidak akan mungkin lurus sedikitpun amalan anggota badan tersebut melainkan harus datang dari keinginan dan niat hati. Dan hati akan bertanggung jawab atas seluruhnya, karena setiap pemimpin akan dimintai tanggung jawab tentang kepemimpinannya. Oleh karena itu, usaha memperbaiki dan meluruskannya adalah sebuah usaha yang diprioritaskan untuk dilakukan oleh setiap orang (yang berusaha mencari kebenaran). Sedangkan mengoreksi segala penyakit yang mungkin akan timbul dan mengobatinya adalah perkara yang sangat penting yang harus dilakukan oleh ahli ibadah.” (Mawaridul Aman, hal. 30)

Islam Adalah Agama Yang Hak
Tidak ada yang mengingkari keyakinan bahwa Islam adalah agama yang hak kecuali orang-orang yang telah tertutup mata hatinya dari Islam. Islam adalah agama yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan satu-satunya agama yang akan diterima di sisi-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan keyakinan ini dalam banyak tempat, seperti firman-Nya:
إِنَّ الدِِّيْنَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِيْنًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“Dan barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Sebagai bukti pula tentang kebenaran dan diridhainya Islam adalah permusuhan non muslim terhadap agama Islam dan penganutnya sampai hari kiamat. Mereka memperingatkan para pengikutnya agar tidak sekali-kali masuk ke dalam Islam. Mereka juga mencela dan menghina agama Islam.
يُرِيْدُوْنَ لِيُطْفِئُوا نُوْرَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ
“Dan mereka menginginkan agar cahaya Allah (Islam) padam dengan lisan-lisan mereka.” (Ash-Shaff: 8)
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُوْنِكُمْ لاَ يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالاً وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُوْرُهُمْ أَكْبَرُ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang selain kalian menjadi teman. Mereka tidak henti-hentinya mencelakakan kalian dan mereka menyukai apa yang memberatkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar lagi.” (Ali ‘Imran: 118)
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُوْدُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيْرٍ
“Dan orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepadamu selama-lamanya sampai kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (sebenar-benar) petunjuk.’ Dan jika kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang kepadamu ilmu, niscaya kamu tidak akan mendapatkan perlindungan dan pembelaan dari Allah.” (Al-Baqarah: 120)
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menyelisihi orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka baik dalam i’tiqad, ibadah, akhlak, perangai, ciri khas maupun selainnya. Dan ini merupakan salah satu bukti tentang kebenaran Islam. (Iqtidha` Shirathil Mustaqim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu)
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita untuk memerangi agama kufur dan orang-orang kafir baik dengan harta, jiwa, dan lisan-lisan kita, juga menunjukkan kebenaran Islam.
Bukti lain yang menunjukkan kebenaran Islam adalah masuknya umat-umat non Islam ke dalam agama ini. Tidak lepas dalam hal ini para tokoh agama mereka seperti para pendeta. Mereka kemudian tampil membongkar kedok agama sesat tersebut dan memproklamirkan kebenaran agama Islam.
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ. وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِي دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا
“Apabila datang pertolongan dan kemenangan dari Allah. Engkau akan menyaksikan manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah.” (An-Nashr: 1-2)

Islam Adalah Agama Para Nabi dan Rasul
Hal ini dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, di dalam firman-Nya:
مَا كَانَ إِبْرَاهِيْمُ يَهُوْدِيًّا وَلاَ نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
“Bukanlah Ibrahim adalah seorang Yahudi atau Nasrani, akan tetapi ia adalah orang yang lurus dan muslim. Dan ia tidaklah termasuk orang-orang musyrik.” (Ali ‘Imran: 67)
أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِيْنَ
“(Yusuf) berkata: ‘Engkau adalah waliku di dunia dan di akhirat dan matikanlah aku dalam keadaan Islam. Ikut sertakanlah aku bersama orang-orang yang shalih.” (Yusuf: 101)
Ibnu Katsir v dalam Tafsir-nya mengatakan: “Ini merupakan sebuah doa dari Yusuf Ash-Shiddiq. Dia berdoa dengannya kepada Rabbnya di sa
at Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan nikmat atasnya, dengan berkumpulnya dia bersama kedua orangtua dan saudara-saudaranya. Juga nikmat kenabian dan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Dia meminta kepada Rabbnya agar nikmat tersebut diabadikan sampai hari akhir, sebagaimana Dia telah menyempurnakan (nikmat untuknya) di dunia. Juga agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mematikannya dalam keadaan muslim. Ini adalah penafsiran Adh-Dhahhak.
‘Dan agar Allah mengikutsertakan dia dengan orang-orang shalih’ yaitu dari kalangan nabi dan rasul. Mungkin juga Nabi Yusuf mengucapkan doa ini ketika kematian datang menjemputnya, sebagaimana disebutkan dalam dua kitab Shahih dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangannya ketika ajal beliau datang menjemput: ‘Ya Allah, bersama pendamping-pendamping di tempat yang tinggi.’ (Beliau ucapkan tiga kali). Dan mungkin Nabi Yusuf meminta agar mati di atas Islam dan diikutsertakan dengan orang-orang shalih apabila ajalnya telah dekat dan umurnya telah habis.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/598)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul (setiap mereka menyeru): ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thagut’.” (An-Nahl: 63)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu dalam Kitabut Tauhid menjelaskan: “Agama para nabi adalah satu.” Kalimat ini tidak menafikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengatakan:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Setiap nabi Kami jadikan untuk mereka syariat dan jalan (sendiri).” (Al-Ma`idah: 48)
Karena syariat amaliah berbeda pada setiap umat. Adapun landasan agama adalah satu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّيْنِ مَا وَصَّى بِهِ نُوْحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى وَعِيْسَى أَنْ أَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلاَ تَتَفَرَّقُوا فِيْهِ
“Dia telah mensyariatkan kepada kalian agama yang telah Dia wasiatkan kepada Nuh dan apa yang Kami telah wahyukan kepadamu (Muhammad) serta apa yang kami telah wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan ‘Isa: ‘Tegakkanlah agama dan jangan berpecah belah di dalamnya’.” (Asy-Syura: 13) [Al-Qaulul Mufid, 1/59]
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
“Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu (Muhammad) seorang rasulpun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Aku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku.” (Al-Anbiya`: 25)
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dari Qatadah (ketika menjelaskan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala): “Sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam.” Bahwa dia berkata: “Islam adalah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, mengakui apa yang dibawa oleh Rasulullah dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai agama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah disyariatkan untuk dirinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul dan membimbing para wali-Nya dengan agama itu, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menerima agama selainnya, serta tidak pula akan memberi ganjaran kecuali dengannya.”
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Adh-Dhahhak ketika menjelaskan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas: “Tidak diutus seorang nabi pun melainkan dengan Islam.” (Ad-Durrul Mantsur, karya Al-Imam As-Suyuthi)

Kekufuran Hakikatnya Satu
Bagi orang yang memiliki bashirah ilmu pengetahuan, dia akan mengetahui bahwa sejak zaman keingkaran iblis hingga ada kaderisasi dari kalangan jin dan manusia, kekufuran hakikatnya satu. Inilah contoh keingkaran dan kekufuran iblis kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana telah diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
قَالَ يَا إِبْلِيْسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِيْنَ. قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِيْنٍ
“Allah berfirman: ‘Wahai iblis! Apa yang menghalangimu untuk sujud kepada seseorang yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah engkau telah menyombongkan diri atau orang yang meninggikan diri?’ Dia berkata: ‘Aku lebih baik darinya, Engkau menciptakan aku dari api, sedangkan Engkau ciptakan dia dari tanah’.” (Shad: 75-76)
Karena keingkaran dan kekufuran iblis kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengusirnya dari rahmat-Nya sehingga dia menjadi orang yang terkutuk. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengusirnya dari dalam surga:
قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيْمٌ. وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
“Allah berfirman: ‘Keluarlah kamu darinya (surga), maka sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, dan sesungguhnya atasmu laknat-Ku sampai hari pembalasan’.” (Shad: 77-78)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;